Dinamika Perjalanan Usaha dan Strategi Rebranding UMKM Kerajinan Anyaman

Desa Pulerejo dikenal dengan hiruk-pikuk pertanian yang membentang dan kandang ternak yang berderet. Namun, terdapat juga geliat ekonomi tersembunyi dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan observasi langsung oleh Tim KKN-PPM UGM Relung Bakung, ditemukan sejumlah UMKM yang tersebar di beberapa dusun dan telah didata sebanyak sepuluh unit usaha. Melansir data Portal Satu Data Kabupaten Blitar tahun 2024, terdapat 34.694 UMKM di wilayah kabupaten ini. Dari sekian jenis usaha tersebut, beberapa di antaranya tumbuh dari kearifan lokal yang masih lestari dan dijalankan secara mandiri oleh warga. Salah satunya terlihat di Dusun Kalipucung di mana terdapat pelaku usaha, yakni sepasang suami istri yang menjalani keseharian sebagai pengrajin anyaman bambu rumahan.
Teras rumah yang juga menjadi ruang produksi, Pak Sutikno dan istri duduk berdampingan di atas dipan kayu sederhana. Di sekeliling mereka, bilah-bilah bambu tertata dan secara perlahan dirangkai menjadi produk anyaman yang fungsional juga bernilai ekonomi. Usaha anyaman ini telah ditekuni bertahun-tahun dan diwariskan turun-temurun. Produk yang dihasilkan berupa kukusan, tompo, dunak, dan besek yang merupakan barang-barang kebutuhan utama rumah tangga bahkan di tengah dominasi plastik dan kemasan modern.
Proses produksi dilakukan sepenuhnya secara manual, dimulai dari pemilihan bahan baku berupa bambu tali yang kemudian dipotong dan disisik agar tidak tajam. Setelah itu, bambu dirangkai membentuk pola-pola anyaman sesuai jenis produk yang dibuat. Dalam sehari, Pak Sutikno dan istri dapat menyelesaikan sekitar lima buah anyaman dengan waktu pengerjaan sekitar satu hingga dua jam per produk. Aktivitas produksi ini tidak pernah berhenti, dan hampir setiap hari mereka menganyam di sela-sela rutinitas lainnya.
Pemasaran produk anyaman masih dilakukan secara konvensional. Pak Sutikno membawa puluhan produk menggunakan sepeda motor dan berkeliling ke pasar-pasar tradisional seperti Pasar Maron Kabupaten Blitar hingga Pasar Puser di Kabupaten Tulungagung. Sekali berangkat, Pak Sutikno dapat membawa hingga 50 buah anyaman. Selain dijual langsung, produk juga dititipkan kepada pelanggan tetap yang membeli dalam jumlah banyak, bahkan ada yang rutin mengirimnya ke Surabaya untuk dijual kembali. Tak jarang, pesanan datang menjelang hajatan atau acara adat dalam jumlah hingga ratusan buah.
Dibalik hal tersebut, perjalanan usaha kadang kala tidak selalu mulus. Cuaca menjadi faktor yang sangat menentukan, terutama saat musim hujan bagi keberlangsungan produksi dan distribusi. Bambu yang belum sempat diproses atau dikeringkan dengan baik rentan berjamur, sehingga menurunkan kualitas dan ketahanan produk. Di sisi lain, mobilitas untuk menjual produk juga berkurang karena kondisi jalan yang licin atau becek, serta menurunnya permintaan akibat berkurangnya aktivitas ekonomi di pasar tradisional.
Melihat potensi dan tantangan yang ada, mahasiswa KKN-PPM UGM Relung Bakung berinisiatif untuk menjalankan program kerja yang berusaha membantu keberlangsungan dan promosi usaha ini. Salah satu langkah program yang dilakukan ialah rebranding UMKM anyaman rumahan. Pendekatan yang dilakukan cukup sederhana namun diharapkan dapat berdampak. Mahasiswa membantu merancang serta memasang banner identitas usaha yang diletakkan di depan rumah pengrajin lengkap dengan nama usaha, jenis produk, dan nomor kontak yang dapat dihubungi calon pembeli. Banner di sini menjadi penanda visual yang sebelumnya belum ada dan kerap tidak dikenali sebagai lokasi produksi kerajinan tangan. Di sisi lain, lokasi rumah pengrajin juga ditandai melalui Google Maps supaya bisa diakses oleh calon pembeli dari luar daerah. Pemasangan titik lokasi ini bertujuan untuk memperluas jangkauan promosi usaha sekaligus meningkatkan keterjangkauan dan kredibilitas UMKM di mata pasar.

Respons yang diberikan oleh pengrajin anyaman positif karena mereka berharap dapat terbantu dengan adanya penanda yang secara langsung memberi kesan profesional pada usaha rumahan mereka. Di sisi lain, inisiatif ini diharapkan dapat membawa usaha anyaman mereka dikenal lebih luas dan tidak hanya dipandang sebagai pelestarian budaya lokal. Program ini membuka peluang bagi pengrajin untuk memadukan nilai-nilai tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun dengan kebutuhan kontemporer dalam strategi pemasaran produk. Berangkat dari hal tersebut, artikel ini diharapkan menjadi catatan kecil yang diharapkan mampu menyebarluaskan dan memberdayakan UMKM lokal Desa Pulerejo.